Sunday, 11 March 2018
Waqaf Abadi Buat Yang Berhaji Dari Habib Bugak Al-Asyi
Musim Haji 1438 Hijriyah baru saja usai. Namun selalu ada cerita menarik dari setiap penyelenggraan haji tiap tahunnya. Salah satunya adalah soal tambahan bonus selain living cost khusus untuk jamaah Haji asal Provinsi Aceh.
Ya, jika jemaah Haji Indonesia sebelum berangkat ke Arab Saudi menerima uang saku (living cost) sebesar Saudi Arabian Ryal (SAR) 1.500 atau sektar Rp 5,25 juta dari komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang telah dibayarkan, jamaah asal Aceh akan menerima tambahan uang sebesar SAR 1.200 (Rp 4,2 juta)
Tambahan tersebut berasal dari Badan Pengelola Waqaf Baitul Asyi di Kota Makkah, Arab Saudi. Dana wakaf itu hanya diberikan kepada jemaah haji asal Aceh, yang tahun ini memberangkatkan 4.357 orang ke Tanah Suci.
"Dua hari setelah jemaah kita tiba di Makkah, maka nazir waqaf Baitul Asyi langsung berikan uang 1.200 riyal Arab Saudi per orang," ucap Koordinator Humas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji PPIH Embarkasi Aceh Rusli di Banda Aceh, Minggu (20/8) lalu, seperti dikutip Antara.
Ketua PPIH Embarkasi Aceh Daud Pakeh menambahkan, pembagian dana wakaf berlangsung di Maktab 37 di wilayah Misfalah, Makkah, Sabtu (19/8), dan dihadiri Nazir Wakaf Baitul Asyi Prof Dr Abdurrahman Abdullah Asyi."Agar proses pembagian lancar, maka jemaah diharuskan menunjukkan kartu Baitul Asyi yang telah diberikan oleh panitia," tuturnya.
Kok bisa, ada tambahan khusus buat jamaah asal Aceh? Ternyata, keberuntungan buat jamaah asal Aceh tersebut erat kaitannya dengan sejarah ulama Aceh di tanah suci.
anabustami.blogspot.com
Adalah Habib Bugak Al-Asyi, yang bernama lengkap Habib Abdurrahman Bin Alwi Al-Habsyi. Ialah sosok darmawan yang telah mewakafkan tanahnya untuk dimanfaatkan warga Aceh yang pergi berhaji atau menempuh pendidikan di tanah suci.
Habib Bugak asal Aceh yang datang ke Makkah tahun 1223 hijriah itu membeli tanah sekitar daerah Qusyasyiah yang sekarang berada di sekitar Bab Al Fath (antara Marwah dan Mesjid Haram). Saat itu, masa Kerajaan Ustmaniah.
Namun, kemudian, pemerintah Arab Saudi pada masa Raja Malik Sa’ud bin Abdul Azis, melakukan pengembangan Masjidil Haram. Tanah wakaf Habib Bugak untuk masyarakat Aceh terkena proyek tersebut. Rumah Habib Bugak digusur dengan pemberian ganti rugi.
Badan pengelola tanah wakaf itu kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli dua lokasi lahan yakni di daerah Ajyad sekitar, 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram. Kedua tanah ini kemudian menjadi aset wakaf.
Lahan pertama dengan jarak 500 meter dari Masjidil Haram dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 350-an unit. Di lahan kedua dengan jarak 700 meter dari Haram, dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 1.000 unit.
Dari keuntungan lainnya, Nazhir membeli dua areal lahan seluas 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah. Tahun 2009 di kedua lahan ini dibangun pemondokan khusus untuk jamaah asal Embarkasi Aceh.
Hasil keuntungan pengelolaan hata wakaf inilah yang sejak tahun 2006 dibagikan ke jamaah haji asal Aceh. Pada tahun 2008, Pemerintah Aceh menerima Rp14,54 miliar dari Baitul Asyi sebagai uang pengganti sewa rumah bagi 3.635 jamaah haji asal Aceh. Per jamaah mendapat sekitar Rp4 juta-an.
Asal Muasal Wakaf
Dua tokoh Aceh, Dr. Al Yasa’ Abubakar (Kepala Dinas Syariat Islam NAD) dan Dr. Azman Isma’il, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh) telah mengeluarkan surat pernyataan tentang asal muasal Waqaf Habib Bugak Asyi.
Menurut akta ikrar Waqaf yang disimpan dengan baik oleh Nadzir, waqaf tersebut diikrarkan oleh Habib Bugak Asyi pada tahun 1222 Hijriyah (sekitar tahun 1800Masehi) di depan Hakim Mahkamah Syar’iyah Mekkah. Di dalamnya disebutkan bahwa rumah tersebut diwaqafkan untuk penginapan orang yang datang dari Aceh untuk menunaikan haji, serta orang Aceh yang menetap di Mekkah.
Dalam ikrar wakaf disebutkan, “Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Mekkah untuk naik haji maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri, mahasiswa) Jawi (nusantara) yang belajar di Mekkah.
Sekiranya karena sesuatu sebab mahasiswa dari Nusantara pun tidak ada lagi yang belajar di Mekkah maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal mahasiswa Mekkah yang belajar di Masjid Haram. Sekiranya mereka ini pun tidak ada juga maka wakaf ini diserahkan kepada Imam Masjid Haram untuk membiayai kebutuhan Masjidil Haram,”
Habib Bugak telah menunjuk Nadzir (pengelola) salah seorang ulama asal Aceh yang telah menetap diMekkah. Nadzir diberi hak sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Pada tahun 1420 H (1999 M) Mahkamah Syar’iyah Mekkah mengukuhkan Syekh Abdul Ghani bin Mahmudbin Abdul Ghani Asyi (generasi keempat pengelola wakaf) sebagai Nadzir yang baru.
Sejak tahun 1424 H (2004 M) tugas Nadzir dilanjutkan oleh sebuah tim yang dipimpin anaknya bernama Munir bin Abdul Ghani Asyi (generasi kelima) serta Dr. Abdul Lathif Baltho. bustamizi.blogspot.com
Siapa sebenarnya Habib Bugak Al-Asyi? Banyak orang Indonesia, bahkan warga Aceh terutama generasi saat ini yang mungkin tak mengenal sosok ini. Apalagi, tak banyak pula literatur yang menuliskan soal Ulama keturunan langsung Nabi Muhammad Sahallallahu 'Alaihi Wa Sallam ini.
Untuk mengetahu siapa sosok sebenarnya Habib Bugak Asyi. sejak tahun 2007, Ustadz Hilmy Bakar Alhasany Almascaty, Direktur Nasional Red Crescent telah membentuk tim peneliti untuk mengungkap sejarah hidup dan perjuangan Habib Bugak. Di bulan Ramadan 1431 H lalu, ia juga sempat menemui langsung dengan Syekh Munir Abdul Ghani Ashi yang menjabat Direktur Pengelola (Nadzir) Wakaf Habib Bugak di Mekkah.
Menurut Hilmi, Habib Bugak hanya nama samaran yang digunakan oleh Pewakaf untuk menjaga keikhlasan hati dalam beribadah. Syekh Munir menyebutkan Habib adalah gelar untuk Sayyid atau keturunan Rasulullah yang umum digunakan di Mekkah pada masa itu, yakni sebelum berkuasanya Dinasti Ibnu Saud, penguasa Kerajaan Saudi sekarang.
Sementara Bugak Asyi adalah nama sebuah daerah di Kerajaan Aceh pada tahun 1800 M lalu, ketika wakaf diikrarkan. Sehingga adanya simpang siurnya sosok HabibAsyi ini, mulai ada oknum yang merekayasa berbagai cerita untuk keuntungan pribadi.
Bugak Asyi dalam bahasa Arab artinya daerah Bugak dalam wilayah Aceh. Dalam tulisan Arab, Bugak terdiri atas huruf:ba, waw, jim dan a’in sebagaimana ditulis dalam ikrar wakaf, sementara dalam tulisan Arab-Melayu Aceh: ba, waw, kaf, alif dan hamzah sebagaimana tertulis dalam Sarakata Sultan Kerajaan Aceh.
Maka harus ditelusuri sebuah wilayah, daerah, kampong atau mukim yang bernama Bugak dengan huruf-huruf di atas dalam seluruh Aceh, terutama yang termasuk dalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam pada sekitar tahun 1800-an, atau tahun dibuatnya ikrar wakaf.
“Setelah penelitian, saya dan tim peneliti lebih cenderung memilih Bugak yang masuk dalam wilayah Peusangan, Matang Glumpangdua, Kabupaten Bireuen,” kata Hilmi.
Dari sejarah, nama Bugak— jadi bagian Kecamatan Jangka—dahulunya adalah sebuah pusat kota berdekatan dengan daerah pesisir Kuala Peusangan dan Monklayu. Bugak menjadi pertemuan dari kedua kota pelabuhan tersebut dan berkembang menjadi kota maju yang dapat dilihat bekas-bekas peninggalannya hingga kini berupa rumah besar dan mewah serta toko tua yang menjadi tempat tinggal para hartawan yang berprofesi sebagai tuan tanah, saudagar, dan lainnya.
Menurut dokumen yang dikeluarkan Sultan Mansyur Syah bertahun 1278 H lengkap dengan cop sikureng, disebutkan satu wilayah bernama Bugak menjadi wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Di antara kata Bugak disebutkan pula beberapa nama wilayah lain seperti Glumpang Dua, Kejrun Kuala, Bugak, Pante Sidom, Peusangan, Monklayu dan lainnya. Sebagian nama-nama tersebut memang masih eksis sampai kini dan menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Peusangan, Kecamatan Jangka, dan Kecamatan Gandapura yang terletak di sekitar Matang atau Kabupaten Bireuen.
Keturunan di Bugak
Gelar Habib sejatinya hanya disematkan untuk ahlul bait (keturunan) Rasulullah dari keturunan Sayyidina Husein bin Ali ataupun dari keturunan Sayyidina Hasan bin Ali. Biasa juga disebut dengan Sayyid atau Syarief.
Gelar Habib biasanya hanya diberikan kepada para pemuka atau tokoh yang memiliki pengetahuan serta keistimewaan dalam masyarakatnya. Di sekitar daerah Bugak, terdapat banyak sayyid, terutama dari keturunan Jamalullayl, al-Mahdali, Alaydrus dan mayoritasnya adalah Al-Habsyi. Keturunan Al-Habsyi sangat mendominasi, terutama yang berasal dari sekitar Monklayu.
Menurut penelitian dan penelusuran, kebanyakan Sayyid di sekitar Bugak adalah dari keturunan Al-Habsyi. Keturunan ini berasal dari Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi yang hingga saat ini sudah turun temurun menjadi delapan generasi.
Menurut Urueng Tuha di sekitar Bugak, Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi adalah seorang yang pertama membuka Bugak dan memiliki kedudukan terhormat sebagai wakil Sultan. Hal ini diperkuat dokumen yang dikeluarkan Sultan Mansyur Syah bertahun 1270 H yang menyebutkan dengan terang nama Habib Abdurrahman dengan Bugak.
Menurut tradisi kaum Hadramiyin (bangsa Arab) yang datang ke Nusantara, biasanya mereka memiliki kunyah (nama gelar) yang kadangkala dinisbatkan kepada tempat tinggal ataupun makamnya seperti misalnya Sunan Bonang, Sunan Ampel, Pangeran Jayakarta, Habib Chik Dianjong dan dikuti oleh ulama, termasuk di Aceh seperti Maulana Syiah Kuala dan lainnya. Demikian pula dengan Habib Abdurrahman, menurut tradisi memiliki nama gelar yang dikenal oleh kaum keluarganya sebagai Habib Bugak, karena beliau tinggal di Bugak.
Hasil penelitian di sekitar Bugak dan wilayah yang berdekatan dengannya, tidak ada seorang Habib yang melebihi kemasyhuran Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi. Beliau adalah Tengku Chik atau Tengku Habib dan kepercayaan Sultan Aceh untuk wilayah Bugak dan sekitarnya yang memiliki wewenang pemerintahan sekaligus wewenang keagamaan, yang jarang diperoleh seorang pembesar sebagaimana tercantum dalam dokumen sultan tahun 1206 H dan lainnya.
Adapun ikrar wakaf Habib Bugak di Mekkah terjadi pada tahun 1222 H. Sementara dokumen Kerajaan Aceh yang ditandatangani oleh Sultan Mahmudsyah pada tahun 1206 H dan dokumen Kerajaan Aceh yang ditandatangani oleh Sultan Mansyur Syah pada tahun 1270 H menyebutkan dengan tegas nama dan tugas Sayyid Abdurrahman bin Alwi atau Habib Abdurrahman bin Alwi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Habib Abdurrahman pernah hidup di Bugak sebagai orang kepercayaan Sultan Aceh Darussalam antara tahun 1206 H sampai dengan tahun 1270 H, hampir bersesuaian dengan tahun wakaf dibuat pada tahun 1222 H.
Setelah mewakafkan hartanya, Habib Bugak Asyi menunjuk Nadzir pertama bernama Syeikh Muhammad Shalih bin Abdussalam Asyi yang diketahui dari keturunan Ulama ternama Syeikh Abdullah al-Baid. Syeikh ini dan penerusnya Syeikh Abdurrahim bin Abdullah al-Baid Asyi dikenal sebagai Tgk. Chik Awe Geutah yang kompleks dayahnya masih terpelihara di Awe Geutah Peusangan, Bireuen.
Tempat ini berdekatan dengan Bugak yang menjadi asal dari Habib Bugak Asyi. Menurut catatan Rabithah Alawiyah Kerajaan Aceh, Syekh Abdullah al-Baid adalah Ulama dari Mekkah yang datang serombongan bersama dengan Habib Abdurrahman Al-Habsyi dari Mekkah, bertugas di Bandar Aceh Darussalam dan kemudian menetap di sekitar daerah Bireuen atas titah Sultan Aceh Darussalam.
Hal ini sebagaimana disebutkan Sarakata Sultan Aceh yang tersimpan rapi pada keturunan Habib Abdurrahman Al-Habsyi. Kemudian, Habib Abdurrahman Al-Habsyi bermukim di Monklayu dan wafat di Bugak, sementara Syekh Abdullah al-Baid bermukim di Awe Geutah mendirikan dayah dan wafat di sana.
Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila Habib Bugak Asyi, setelah mewakafkan hartanya kemudian menunjuk Nadzir dari kalangan ulama yang sangat dekat hubungan dengannya, bahkan tinggal satu daerah yang berdekatan.
Menurut anak cucu Habib Abdurrahman Al-Habsyi, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Tgk. Chik Awe Geutah, bahkan memiliki hubungan kekerabatan karena tali perkawinan. Fakta ini secara jelas menunjukkan siapa sebenarnya Habib Bugak Asyi itu, yang tidak diragukan adalah seorang Habib yang berasal dari Bugak yang berdekatan dengan asal Nadzir di Awe Geutah Peusangan.
Aceh
Selain mewakafkah hartanya, Habib Abdurrahman bin Alwi bin Syekh Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi sejatinya juga salah seorang tokoh Aceh yang memiliki peranan penting dalam sejarah rekonsiliasi masyarakat Aceh. Terutama saat terjadinya ketegangan yang timbul pada awal abad ke 18 Masehi.
Ketegangan tak terlepas dari pemberhentian Sultanah Kamalat Ziatuddinsyah pada tahun 1699 yang digantikan oleh suaminya Sultan Badrul Alam Sayyid Ibrahim Syarif Hasyim Jamaluddin Syah Jamalullayl (1699-1702) atas fatwa dari Ketua Mufti Syarief Mekkah setelah wafatnya Mufti-Qadhi Malikul Adil Maulana Syiah Kuala.
Fatwa ini telah mengantarkan para Sayyid sebagai Sultan Aceh selama hampir 30 tahun. Naiknya kembali keturunan garis Sultan asal Pasai dari keturunannya di Bugis, Sultan Alaidin Ahmad Shah (1733) dan para pelanjutnya telah menimbulkan kegusaran dan ketakutan dari keturunan para sayyid, terutama keturunan dari garis Sultan yang dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik.
Saat imperialisme kolonial barat masuk ke Aceh, para tokoh sayyid di Aceh meminta Syarief Mekkah yang masih memiliki otoritas keagamaan atas Aceh agar mengirim para tokoh kharismatis, Habib dan Ulama yang dapat membawa kedamaian dan rekonsiliasi masyarakat Aceh. Di antara utusan yang datang dari Mekkah adalah Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi yang kemudian dikenal dengan Habib Teuku Chik Monklayu, yang juga dikenal dengan Habib Bugak Aceh, karena beliau tinggal di Pante Sidom, Bugak, Bireuen.
Habib Abdurrahman Al-Habsyi Bugak adalah seorang ulama faqih, sufi dan seorang bentara-laksamana serta pemimpin masyarakat yang dipercaya oleh Sultan Aceh sebagai Teuku Chik yang kekuasaannya terbentang dari desa-desa di sekitar Jeumpa, Peusangan, Monklayu, Bugak sampai Cunda dan Nisam sebagaimana yang dituangkan dalam surat keputusan Sultan Mahmudsyah dalam surat bertahun 1224 H (1800 M)
Menurut Syekh Munir, kini Habib Bugak Asyi telah mewariskan kepada masyarakat Aceh harta wakaf berharga lebih 300 juta Riyal Saudi atau sekitar Rp 7,5 triliun. Aset yang ada berupa 2 buah hotel, Ajyad (Funduk Ajyad) bertingkat 25 sekitar 500 meter dari Masjidil Haram dan Menara Ajyad (Burj Ajyad) bertingkat 28 sekitar 600 meter dari Masjidil Haram.
Kedua hotel besar ini mampu menampung lebih 7000 jamaah yang dilengkapi dengan infrastruktur lengkap. Selain hotel, ada juga apartemen dan tanah kosong berjumlah lebih 10 unit.
Pada musim haji tahun 1427 lalu, Nadzir (pengelola) Wakaf Habib Bugak Asyi telah mengganti sewa rumah jamaah haji asal Aceh selama di Mekkah sebesar sewa yang telah dibayar Pemerintah Indonesia kepada pemilik pemondokan atau hotel yang ditempati para jamaah haji asal Aceh. Besarnya sekitar antara SR 1.100 sampai SR 2.000, dengan jumlah total Rp 13,5 milyar rupiah.
Nadzir Waqaf Habib Bugak juga sedianya akan membangun Kompleks Pemondokan Haji yang mampu menampung 5.000 jamaah yang berasal dari Aceh. Hasil wakaf juga digunakan untuk menyewakan beberapa bangunan lainnya untuk kepentingan masyarakat Aceh.
Menurut catatan, setelah kembali dari Mekkah, Habib Bugas Asyi bermukim dan dimakamkan di Pante Sidom, Kemukiman Bugak, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen. Terlepas dari catatan sejarah yang masih perlu disempurnakan, sosok Habib Bugak ini memang menjadi sesuatu yang dirindukan. Terbukti, sudah lebih dari 200 tahun ia wafat, sampai kini amalnya pun terus bermanfaat.
Saturday, 10 March 2018
Masyarakat Aceh Sewa Pesawat Untuk Ustad Abdul Somad
BANDA ACEH - Jamaah dan panitia Safari Dakwah Ustaz Abdul Somad, di Aceh, 11-12 Maret 2018, telah mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan sang dai kondang asal Riau ini.
Seperti dilakukan jamaah dan panitia Tabligh Akbar di Bireuen, Sabtu (10/03/2018) tadi malam.
Mereka mulai memasang panggung besar yang didatangkan dari Banda Aceh, di lapangan futsal Galactions Cot Gapu Bireuen.
Ketua Panitia Kegiatan, Munawar atau sering dipanggil Raja kepada Serambinews.com mengatakan, panggung besar dipasang dengan posisinya berada di selatan lapangan yang luasnya mencapai 2,4 hektare.
Informasi lainnya, jamaah bersama panitia lokal di tiga kabupaten, yang dikoordinir oleh Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh, telah menggalang dana untuk menyewa pesawat khusus, agar Ustaz Abdul Somad bisa tiba dua jam lebih awal.
Kabar tersebut disampaikan Ketua IKAT Aceh, Tgk HM Fadhil Rahmi Lc MA.
“Empat panitia lokal di bawah koordinasi IKAT untuk Safari Dakwah UAS di Lhokseumawe, Bireuen, dan Beureunuen, menyewa pesawat khusus dari Kualanamu ke Bandara Malikussaleh (Aceh Utara),” kata Fadhil Rahmi.
Untuk diketahui, setelah mengisi ceramah di Aceh Tamiang, Kamis (8/3) malam dan Jumat (9/3) subuh, Ustaz Abdul Somad dijadwalkan kembali ke Aceh pada, Senin dan Selasa (12-13/3). anabustami.blogspot.com
Kali ini, ada empat agenda yang dihadiri ulama yang namanya sering disingkat UAS ini.
Keempat agenda tersebut adalah, tausiyah di acara Milad FEBI Unimal, Kajian Islami Masjid Istiqamah Arun, Batuphat (Lhokseumawe), Tablig Akbar di Cot Gapu Bireuen, dan Qiyamul Lail di Masjid Abu Beureueh, Beureunuen, Pidie.
Ketua IKAT M Fadhil Rahmi mengatakan, keputusan menyewa pesawat khusus untuk membawa Ustaz Abdul Somad ke Aceh ini, merupakan keputusan bersama jamaah melalui empat panitia lokal di bawah koordinasi IKAT.
“Alasannya agar UAS bisa datang lebih cepat dua jam ke Aceh,” ungkap Fadhil Rahmi.
Ia melanjutkan, berdasarkan jadwal normal, pesawat yang rombongan UAS dari Pekanbaru, Riau, Senin (12/3), akan mendarat di Kualanamu pada pukul 10.25 WIB.
Selanjutnya, pesawat dari Kualanamu ke Malikussaleh baru akan berangkat pada pukul 13.40 dan mendarat di Malikussaleh pukul 14.40 WIB.
“Jadi ada jeda waktu transit selama 3 jam di Kualanamu. Jeda waktu ini yang kemudian dimanfaatkan oleh panitia untuk menghadirkan UAS lebih cepat ke Aceh,” ujarnya.
Dari informasi yang diperoleh Fadhil Rahmi, pesawat yang disewa itu adalah jenis Cessna Grand Caravan C208B dengan kapasitas 12 penumpang.
Pesawat ini disewa dengan biaya Rp 65 juta lebih.
“Biaya ini ditanggung bersama oleh panitia Unimal, BDI Arun, Bireuen, dan Beureunuen,” ujar Fadhil Rahmi.
Fadhil mengatakan, keputusan bersama jamaah dan panitia lokal di tiga kabupaten untuk menyewa pesawat khusus ini, merupakan sebuah kejutan lain yang diberikan warga Aceh kepada Ustaz Abdul Somad.
“Sebelumnya beliau sangat terkesan dengan sambutan luar biasa masyarakat Aceh pada acara peringatan 13 tahun tsunami di Taman Ratu Saifiatuddin, Banda Aceh, 26 Desember 2017. Terutama saat beliau dijemput dengan mobil berplat khusus, BL 1 UAS,” ungkap Fadhil Rahmi
Begini ni Kecantikan Pramugari Indonesia Saat Berhijab
Aturan pramugari harus berhijab diterapkan oleh Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Aturan tersebut menyatakan setiap maskapai penerbangan yang datang atau transit di Bandara Sultan Iskandar Muda harus memperhatikan seragam pramugarinya. Aturan ini mengimbau bahwa para pramugari harus mengenakan hijab.
Pakaian pramugari selama ini memang beragam. Ada yang terbuka dengan bawahan rok pendek, ada juga yang menerapkan rok panjang. Namun pramugari yang mengenakan hijab masih jarang ditemui.
Bagaimana ya penampilan pramugari Indonesia saat berhijab?
Yuk shabat bloger kita intip sama2 . . .
Thursday, 8 March 2018
Mendadak Trump Mau Bertemu Kim Jong Un, Ada Apa ?
Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya setuju bertemu dengan pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut), Kim Jong Un. Pertemuan yang bakal digelar pada Mei 2018 ini akan mencatat sejarah baru bagi hubungan diplomatik AS dengan Korut.
Isu yang akan dibahas dalam pertemuan ini nantinya adalah upaya penghentian program nuklir Korut. Penasehat Keamanan Korea Selatan, Chung Eui-yong, sebelumnya menyampaikan rencana pertemuan itu di Gedung Putih.
Ditulis Asia One, Chung baru saja kembali dari Pyongyang, Korut untuk bertemu Kim Jong-un. Pemerintah Korea Alasan (Korsel) dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa Kim 'menunjukkan ekspresi antusias bertemu Presiden Trump secepatnya.'
Trump mengonfirmasi dia setuju bertemu dengan Kim. Dia menyebut pertemuan itu 'kemajuan besar' dalam mendorong penghentian program nuklir Pyongyang.
'Rapat sedang direncanakan!' Trump menulis cuitan. 'Kim Jong Un berbicara mengenai denuklirisasi dengan Delegasi Korsel, yang dikenal membeku. Juga, tidak akan ada uji coba rudal Korut selama periode (dialog) ini.' lanjut Trump.
'Kemajuan besar dibuat, namun sanksi tetap akan berlaku hingga kesepakatan terjadi.'
Kabar mengejutkan ini seolah meredam pertikaian antara AS dan Korut. Seperti diketahui, Trump dan Kim sebelumnya sempat saling mengejek.
Awalnya, Trump menyebut Kim dengan julukan 'Manusia Roket Kecil'. Kim kemudian membalas olokan itu dengan menyebut Trump, 'Presiden bermental buruk dan orang tua yang lemah.'
Fatma Tuba Yazici Hijaber Terkaya
Dialah Fatma Tuba Yazici. Menurut laman Forbes, dikutip pada Kamis 8 Maret 2018, kekayaan Fatma tercatat sebesar US$1,1 miliar atau sekitar Rp15,15 triliun.
Dengan kekayaan ini, dia menduduki peringkat ke-1999 sebagai orang terkaya di dunia 2018. bustamizi.blogspot.com
Fatma lahir di Beylerbeyi, Bosporus, Istanbul, Turki, pada 1973. Dia menjadi wanita kaya setelah menjadi pemegang saham terbesar di Diler Holding sejak suaminya, Recep Sami Yazici, meninggal pada 2009. anabustami.blogspot.com
Fatma dan ketiga anak lelakinya menjadi pemegang saham terbesar di Diler Holding—grup perusahaan yang bergerak di multi usaha, seperti energi, pariwisata, produksi besi dan baja, serta perbankan—dan Yazici Iron and Steel—produsen besi dan baja terbesar di Turki. Mereka juga memiliki saham di Asil Steel Company.
Fatma menjadi anggota konselor komite untuk industri besi dan baja serta pengolahan logam di Kamar Dagang dan Industri Turki.
Tuesday, 6 March 2018
Diminta Damaikan Afghanistan
Tiga negara masing-masing dari Afghanistan, Pakistan, dan Indonesia dijadwalkan akan mengikuti konferensi itu.
'Tadi kita bicara tentang persiapan pertemuan para ulama Afghanistan, Pakistan, Indonesia yang Insya Allah direncanakan bulan ini,' kata JK di Kantor MUI, Jakarta, Selasa, 6 Maret 2018.
Salah satu agenda dalam pertemuan itu adalah para ulama akan membahas perdamaian Afganistan.
'Pertemuan itu kita harapkan menghasilkan suatu kesepakatan atau fatwa bersama bagaimana menghadapi, mendamaikan Afganistan,' ucap JK.
Rencananya, akan ada 15 ulama dari masing-masing negara yang mengikuti konferensi tersebut. 'Jadi pertemuan ini hasilnya kita harapkan sebagai payung sebelum ada pertemuan perdamaian yang lebih teknis,' ujar Wapres.
Diminta Damaikan Afghanistan
Sementara Retno mengatakan Indonesia diminta dunia internasional untuk membantu mendamaikan konflik yang terjadi di Afghanistna. Alasannya, Indonesia dianggap sebagai negara netral yang tidak memiliki kepentingan langsung baik politik maupun ekonomi.
Retno menambahkan Indonesia juga dinilai telah mampu mendamaikan konflik dalam negeri seperti Aceh dan Poso.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi menambahkan dalam konferensi itu MUI berencana akan mengundang ulama dari Thaliban yang notabenenya memiliki kekuatan di Afganistan.
Nantinya, MUI akan mendengarkan pernyataan dari ulama Taliban yang mengeluarkan fatwa memperbolehkan bom bunuh diri dan menyerang pemerintahan yang sah.
'Kami ingin undang mereka (ulama Taliban), agar diskusi masalahnya apa,' ujar Muhyiddin.
Muhyiddin menjelaskan, Pakistan ikut diundang karena ulama Taliban banyak yang tinggal di negara itu.
'Ulama Taliban banyak tinggal di Pakistan, sehingga kita murni ini netral. Silakan diskusi kita pantau,' kata Muhyidin.
Sunday, 4 March 2018
Tatkala Malam Pertama Menjadi Malam Terakhir Bagi 99 Lelaki
Newstribunakurat Aceh ternyata memiliki banyak wanita-wanita cantik dan perkasa, sebut saja Syeikh Keumala Hayati yang mampu melawan dan merobohkan 100 prajurit Portugis di medan pertempuran pada tahun 1600-an.
Selain, itu ada juga wanita perkasa yang kerap menjadi ikon pejuang wanita Indonesia, Cut Nyak Dien, yang dengan segenap jiwa raganya mengorbankan segala yang dimilikinya agar negeri ini tidak jatuh ke tangan penjajah. Begitu pula dengan Cut Meutia, yang rela berjuang untuk membela negerinya.
Namun berdasarkan kajian sejarah, di Aceh yang dulu dikenal dengan Darod Donya Darussalam itu, ada seorang perempuan perkasa dari kerajaan di Tiongkok yang ingin menaklukan Nusantara.
Perempuan yang menjadi panglima perang itu tidak hanya ganas di medan peperangan namun juga dapat menumbangkan laki-laki di ranjang pengantin.
Tak tanggung-tanggung, sebanyak 99 laki-laki yang menjadi suaminya telah menjadi korban keganasan perempuan ini. Perempuan cantik dan perkasa itu adalah Putroe Neng, perempuan perkasa ‘pemakan’ kemaluan 99 laki-laki dari suaminya di atas ranjang di malam pengantin atau malam pertama.
Nian Nio Lian Khie begitulah nama aslinya, seorang komandan perang wanita berpangkat jenderal. Ia punya ambisi untuk menaklukan dan menyatukan seluruh kerajaan yang ada di Pulau Sumatera.
Namun, ia harus mengakui kekalahannya ketika bertempur melawan pasukan Sultan Meurah Johan, seorang ulama dari Kerajaan Peurelak.
Setelah dikalahkan, tak lama kemudian Jenderal Nian Nio dijadikan permaisuri oleh Sultan Johan. Nian Nio pun memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Putroe Neng.
Pendiri Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam, Sultan Meurah Johan, menjadi suami pertama Putroe Neng yang kemudian juga menjadi lelaki pertama yang meninggal di malam pertama. Tubuh Sultan Johan ditemukan kaku membiru setelah melewati percintaan di malam pertama.
Sultan Johan terkena senjata mematikan yang ditanam di tubuh Putroe Neng. Walaupun Putroe Neng sendiri sebenarnya tidak pernah bermaksud untuk membunuh suaminya itu, namun senjata yang dimiliki oleh Putroe telah memakan korban.
Senjata itu adalah racun mematikan yang ditanam dalam kemaluannya sendiri yang dipasang oleh neneknya, Khie Nai-Nai, saat Nian Nio masih remaja. Racun tersebut ditanamkan sebagai suatu bentuk antisipasi dan menjadi senjata ampuh Putroe Neng dalam menghadapi ancaman fisik dari luar dalam keganasan perang.
Dari sinilah kisah 99 lelaki yang menjadikan malam pertama sebagai malam terakhirnya dimulai. Sebuah tragedi cinta yang selalu berujung maut dalam sejarah Aceh.
Kematian demi kematian suaminya terus terjadi, setelah menjalani malam pertama dengan Putroe Neng, termasuk seorang tabib yang berniat mengobatinya. Namun, peristiwa-peristiwa itu tidak menyurutkan para lelaki pemuja kecantikan Putroe Neng untuk meminangnya. Padahal, tidak mudah bagi Putroe Neng untuk menerima pinangan setiap lelaki. Ia memberikan syarat berat, seperti mahar yang tinggi atau pembagian wilayah kekuasaan.
Sampai akhirnya Syeikh Syiah Hudam, sebagai pria ke-100 yang menjadi suami Putroe Neng, berhasil melewati malam pertama. Pria tersebut berhasil mengeluarkan racun yang ditanam di kemaluan Putroe Neng.
Puluhan tahun menjadi guru Putroe Neng, menjadikan Syeikh Syiah mengetahui apa sebenarnya yang tertanam dalam kemaluan Putroe.
Kekhawatiran sempat menyelimuti murid-murid Syeikh Syiah. Mereka berdoa sepanjang malam selama malam pertama.
Sebelum bercinta dengan Putroe Neng, Syeikh Syiah Hudam berhasil mengeluarkan racun dari alat genital Putroe Neng. Racun tersebut dimasukkan ke dalam bambu dan dipotong menjadi dua bagian.
Setelah malam pertama terlewati, Syeikh datang ke surau bersama Putroe yang membuat gembira para muridnya.
Kemudian, dua bagian bambu yang berisi racun tadi, satu bagian dibuang ke laut dan bagian lainnya dibuang ke gunung.
Seperti yang dikisahkan penjaga makam Putroe Neng, Cut Hasan, konon Syiah Hudam memiliki mantra penawar racun sehingga ia bisa selamat. Namun, setelah racun tersebut keluar dari tubuh Putroe Neng, cahaya kecantikannya meredup.
Selain itu, akibat penanaman racun di tubuh Putroe Neng tersebut, membuat ia tidak dapat memiliki keturunan.
Tidak diketahui secara pasti kapan Putroe Neng meninggal dan bagaimana sejarahnya sampai ia dimakamkan bersama belasan korban perang di Aceh, di pemakaman Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe.
sumber: netralnews
Friday, 2 March 2018
Ternyata Begini Kondisi Abu Bakar Ba'asyir Sekarang
Abu Bakar Baasyir, sosok tersebut, menuju sebuah mobil. Sampai di muka pintu, narapidana kasus terorisme ini tampak kesulitan masuk mobil berjenis MPV.
Tangannya bergetar saat menumpu pada pintu dan kursi mobil. Seseorang membantunya mendapatkan posisi terbaik di dalam mobil.
Tak sepatah kata keluar dari mulut Baasyir saat awak media mewawancarainya.
Kuasa hukum Baasyir, Guntur Fattahillah, menyatakan kliennya yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, tak perlu menjalani perawatan di rumah sakit.
"Beliau menjalani cek tensi, pemeriksaan jantung, cek darah, dan CT Scan. Dokter menyampaikan, secara umum tidak ada yang memburuk dengan kondisinya," kata Guntur.
Pihak dokter meminta Baasyir menjalani pemeriksaan lagi pada 8 Maret. Itu karena kaki kanan bagian belakangnya membengkak. Dokter menemukan kelenjar atau semacam kista.
"Beliau perlu menjalani pemeriksaan lebih lengkap. Karena itu, kami berharap Baasyir menjadi tahanan rumah sesuai permintaan kami sejak tahun lalu (2017), agar beliau menjalani pemeriksaan lebih intensif," ujar Guntur.
Kuasa hukum juga meminta instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tidak mengulur lagi perizinan cek kesehatan demi kemanusiaan.
"Normatifnya, sebagai manusia beliau kan diizinkan kembali cek kesehatan minggu depan. Kalau terjadi apa-apa, apakah mereka mau bertanggung jawab?" jelas Guntur.
"Tadi juga ada pihak Densus Polri yang memfoto dokumen-dokumen yang menyatakan Ustaz Abu Bakar agar diperiksa kembali kesehatannya minggu depan," imbuhnya.
Guntur mengutarakan hal ini lantaran jadwal pemeriksaan Baasyir yang seharusnya pada November 2017, mundur hingga sekarang.
Tribun sempat memperoleh foto kaki Baasyir. Saat dikonfirmasi, pengacaranya membenarkan bahwa foto itu adalah kaki Baasyir.
Dalam foto tersebut, dua kaki Baasyir terlihat menghitam di telapak bagian atas. Ada pula bercak-bercak putih seperti bekas goresan atau garukan pada pangkal telapak kaki bagian atas.
Pertimbangkan Tahanan Rumah
Presiden Joko Widodo mempertimbangkan opsi agar terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir, menjadi tahanan rumah. Itu seiring kondisi kesehatan Baasyir.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan, presiden prihatin dengan kondisi Baasyir yang sudah tua dan sakit-sakitan. Karenanya, atas rasa kemanusiaan, ada rencana memindahkan Baasyir ke lapas yang dekat dengan Solo, Jawa Tengah.
"Kakinya bengkak-bengkak. Kalau ada apa-apa di tahanan, apa kata dunia? Makanya, dengan rasa kemanusiaan, dia (Baasyir) dipindahkan, tahanan (rumah) dululah ya," ujar Ryamizard, Kamis (1/3/2018).
Terkait grasi, menurut Ryamizard, topik tersebut tidak masuk dalam pembicaraannya dengan presiden. Pembicaraan, beber dia, lebih memfokuskan soal tahanan rumah karena lebih dekat dengan keluarga Baasyir.
"Bukan apa-apa, keamanannya kami yang tanggung juga. Kalau dibebaskan, nanti ada apa-apa, oh ini (salah pemerintah) lagi," katanya.
Meskipun Baasyir nanti menjadi tahanan rumah, penjagaan aparat keamanan dipastikan tetap melekat.
Pemerintah pun meminta pihak keluarga maupun terpidana sendiri untuk menjaga kepercayaan.
"Yang penting, sudah ada kebijaksanaan yang sangat baik dari presiden. (Maka) harus dibalas baik juga," ujar Ryamizard.
Tahanan rumah merupakan bentuk hukuman oleh pihak berwenang dengan membatasi ruang gerak hanya dalam lingkup tempat tinggal.
Perjalanan terpidana dibatasi, bahkan tidak dizinkan sama sekali.
Tahanan rumah dianggap sebagai alternatif lunak dari penahanan dalam penjara.
Subscribe to:
Posts (Atom)